RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI
Di
atas bangku bambu yang reyot, pak Kerto menjelujurkan kedua kakinya.
Sebentar-sebentar tangannya mengurut-urut kedua kakinya yang kurus
kering itu. Tak lama kemudian ia beranjak dari bangku kemudian melangkah
ke bilik belakang yang hanya dibatasi dengan rajutan daun rumbia. Lalu
diambilnya beberapa potong ubi dari sebuah panci dan diletakannya di
atas selembar daun pisang yang sudah agak mengering. Kemudian melangkah
balik ke depan dan duduk di bangku bambu itu kembali.
Dinikmatinya
perlahan sepotong demi sepotong ubi rebus, diteguknya pula sisa kopi di
gelas untuk melancarkan jalannya kunyahan ubi itu di tenggorokan. Gelas
itu belum sempat diletakan, sisa sedikit kopi diteguknya kembali hingga
tandas. Setelah itu gelas diletakan di bawah bangku, kemudian
diambilnya puntung rokok yang terselip di sela-sela telinganya. Disulut
dan dihisapnya kuat-kuat, asapnya dihembuskan perlahan-lahan. Nikmat
sekali nampaknya.
Pintu tiba-tiba berderak dibuka seseorang dan disusul munculnya lelaki berperawakan pendek dengan perut yang gendut.
“Ooo….juragan.
Silakan gan”, sambut pak Kerto sambil membungkuk-bungkuk. Dan dengan
tergesa dibersihkannya bangku bambu yang sudah reyot itu. Masih dengan
membungkuk hormatpak Kerto mempersilakan lelaki gendut itu yang
dipanggilnya juragan untuk duduk di bangku.
“Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?” tanya sang juragan dengan mimik serius. Matanya sesekali memandang rumah kecil itu.
“Sebagian sudah saya panen, gan. Dan yang belum sisa ladang sebelah kanan parit. Silakan juragan periksa hasil panenan itu”.
“Dimana kau letakan, Kerto?”
“Ada
di samping rumah, gan. Semuanya berjumlah enam karung terigu.
Bagus-bagus hasil panenan kali ini”, kata pak Kerto sambil membuang sisa
rokoknya yang sudah mati. Kemudian juragan itu beranjak dari bangku dan
keluar diikuti pak Kerto. Kedua orang itu melangkah menuju samping
rumah. Dan sang juragan segera mendekati tumpukan karung. Sesaat,
dibukanya salah satu karung dan diambilnya sehelai daun yang ada di
dalamnya, kemudian sehelai daun itu diciumnya.
“Ahhh,
luar biasa!” teriaknya kegirangan. “Bagus…bagus sekali panenan kali
ini, Kerto”, lanjut juragan itu sambil menepuk-nepuk punggung pak Kerto.
Dan pak Kerto hanya mengangguk-angguk pelan. Dalam hati pak Kerto ada
rasa bahagia karena bisa membuat juragan senang yang berarti ia nanti
akan mendapat tambahan upah. Watak juragan memang begitu, kalau sedang
senang ia tak segan-segan memberinya tambahan upah. Tapi kalau
sebaliknya, berkata pun tidak, apalagi tambahan upah, kata pak Kerto
dalam hatinya.
“Enam
karung ini disimpan yang baik dan jangan sampai kena hujan. Dua hari
lagi aku akan kembali ke sini mengambil semua hasil panenan”, ucap
juragan sambil berkecak pinggang.
“Baik, gan”.
“Jangan lupa, simpan karung-karung ini baik-baik”.
“Akan saya laksanakan, gan”, jawab pak Kerto lirih sambil membungkuk-bungkuk.
Sementara
matahari berangsur tenggelam dan juragan yang gendut itu menuruni
perbukitan, meninggalkan pak Kerto yang masih termangu-mangu diterpa
semilir angin senja. Tubuh pak Kerto yang kurus itu masih saja tegak
berdiri mematung memandangi juragannya yang terseok-seok jalan di
pematang sawah.
Suara
serangga bersahut-sahutan mewarnai malam yang dingin. Pak Kerto
berbaring di bangku bambu yang reyot itu sambil berselimut selembar
sarung. Ia tak dapat tidur, padahal matanya sudah terasa berat oleh
kantuk yang menggelantunginya. Sebentar kemudian diperbaiki letak
sarungnya untuk menghalau dingin. Kedua telapak tangannya diletakan di
bawah kepalanya sebagai alas pengganti bantal. Sementara lampu minyak
yang tergantung di sudut ruangan semakin redup. Barangkali habis
minyaknya, pikir pak Kerto.
Matanya
belum juga bisa dipejamkan. Ditariknya nafas dalam-dalam. Pikirannya
tertuju pada pohon-pohon kecil di ladang sebelah kanan parit yang besok
harus dipanen. Ia sebenarnya tak habis berpikir, untuk apa juragan
menanam pohon-pohon itu. Ia sendiri tak tahu, apa nama pohon yang
bentuknya hampir mirip tanaman cabai. Dan ia hanya tunduk pada segala
perintah juragannya lalu mendapatkan upah. Ya, hanya itu saja yang pak
Kerto lakukan. Sementara pak Kerto sendiri dilarang bergaul dengan
orang-orang di sekitar perbukitan. Itu Perintah juragan dan harus
dipatuhi. Pak Kerto sendiri kalau pulang ke kampungnya paling cepat
empat bulan sekali. Itu kalau musim panen tiba dan ia harus pulang
bersama juragan yang membawa semua hasil panenan menuju kota. Juragan
memang selama ini selalu baik, itu saja yang ia ketahui. Setiap pulang
ke kampung, juragan selalu membekalinya beberapa potong pakaian, susu
kaleng, roti kalengan, selain upah yang rutin ia terima.
Sejauh
ini pak Kerto belum tahu, jenis apa dan untuk apa pohon-pohon itu
ditanam. Ah, kenapa aku harus memikirkannya?, desah pak Kerto lirih.
Sementara di luar gemersik dedaunan bergesekan dihembus angin malam
perbukitan. Senandung serangga malam sisa satu dua yang terdengar dan
mulai ditingkahi suara kokok ayam satu-satu bersahutan di kejauhan.
Pak
Kerto baru saja selesai melipat sarungnya yang agak kumal.
Sebentar-sebentar ditariknya nafas dalam-dalam. Kini tinggal melipat
kaos oblong yang berwarna hijau pudar itu. Tak lama lagi pasti juragan
akan datang lalu aku akan ikut serta dengan juragan ke kota, katanya
dalam hati. Selintas dipandanginya tumpukan karung terigu. Semuanya
berjumlah sebelas karung. Kemarin pak Kerto memanen ladang sebelah kanan
parit dan mendapat lima karung terigu penuh. Pak Kerto tertegun
sejenak, rambutnya yang agak memutih diusapnya perlahan. Tinggal apalagi
yang harus dikemas, pikirnya. Kedua matanya memandangi seputar ruangan
itu, tapi ia tak menemukan sesuatu yang mesti dibawa pulang.
Disandarkannya
tubuh yang kurus itu ke tumpukan karung di sampingnya. Pikirannya
menerawang jauh ke kampung halamannya. Sedang apa istri dan kedua anakku
sekarang ya…?, tanyanya dalam hati. Sesampainya di kota nanti pak Kerto
ingin membelikan kain kebaya buat istrinya, juga dua sandal plastik
buat kedua anaknya. Dan bibir pak Kerto yang hitam dan kering itu
berdecah-decah kemudian tersenyum-senyum sendiri. Rasa hatinya bahagia
sekali karena sebentar nanti akan segera bisa melepas kerinduan pada
istri dan kedua anaknya, setelah empat bulan lebih berpisah.
Pak
Kerto kemudian bangkit dan berjalan menuju bilik belakang. Diambilnya
sisa kopi yang tinggal seperempat gelas lalu diminumnya hingga tandas.
Belum juga ia sempat meletakan gelasnya, tiba-tiba ada terdengar suara
orang mengetuk pintu. Ahh.., juragan datang, kata pak Kerto lirih penuh
kegembiraan. Ia segera meletakan gelasnya dan dengan langkah yang
tergesa pak Kerto menuju ke bilik depan.
“Sebentar
gan, sebentar…”, kata pak Kerto girang sambil membuka palang pintu.
“Biasanya kan langsung masuk, gan”, lanjutnya sambil menguak daun pintu.
Dan pak Kerto merasa seluruh aliran darahnya terhenti ketika di depannya berdiri empat orang polisi dengan senjata di tangan.
“Jangan
bergerak!”, gertak salah seorang polisi. Sedangkan ketiga polisi
lainnya langsung masuk rumah kecil itu. Pak Kerto sendiri berdiri kaku,
mematung, tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Maaf,
bapak saya tangkap”, kata polisi yang habis menggertak tadi sambil
mendekat dan memborgol kedua tangan pak Kerto. Dan pak Kerto semakin
bertambah bingung.
“Apa kesalahan saya, pak?” tanya pak Kerto terputus-putus.
“Bapak
telah menanam dan menyimpan pohon ganja, padahal pohon-pohon ganja ini
dilarang ditanam oleh pemerintah”, jawab polisi itu tegas.
“Tapi saya hanya disuruh juragan. Saya hanya melaksanakan perintah juragan, pak”, kata pak Kerto tertunduk.
“Saya mengerti dan memahami keadaan bapak. Juragan bapak sekarang ada di tahanan polisi”.
Polisi
itu kemudian menyuruh pak Kerto berjalan menuruni lereng perbukitan.
Sedang ketiga polisi lainnya memanggul beberapa karung terigu yang
berisi daun ganja dengan dibantu beberapa peladang yang kebetulan berada
di sekitar perbukitan itu.
Pak
Kerto tertunduk menuruni lereng perbukitan. Inilah jawaban atas
teka-teki tanaman itu, batin pak Kerto. Ya, dua tahun lebih baru
terjawab sekarang, batinnya lagi dalam hatinya. Tak terasa pipi keriput
lelaki tua itu sudah basah oleh air mata. Sementara rumah kecil di atas
bukit semakin jauh ditinggalkan. Tuhan, jerit pak Kerto lirih.
1.
Menurutmu
termasuk jenis teks apakah teks “ Rumah Kecil di Bukit Sunyi” ?
·
Cerita
Pendek
2.
Bagaimana
dengan bagian-bagian yang membangun teks tersebut? Coba sebutkan kemudian tulis
bagian-bagian tersebut!
·
Orientasi
Komplikasi
Resolusi
3.
Ide
pokok apa sajakah yang terkandung di dalam bagian-bagaian yang menjadi struktur
teks “Rumah Kecil di Bukit Sunyi”
a.)
Juragan menghampiri rumah pak Kerto dan
menanyakan soal hasil panen.
b.)
Pak
Kerto tidak mengetahui tanaman apa yang sejak lama di tanamnya yang telah di
perintahkan oleh Juragan nya. Tak lama dari itu, Polisi menangkap pak Kerto
karena telah menyimpan dan menanam tanaman ganja.
c.)
Pak
Kerto tertunduk bisu karena baru mengetahui tanaman apa yang sejak lama di
tanamnya. Ia pun di tahan di Kantor
Polisi bersama Juragan nya.
4.
Siapa
tokoh utama? Bagaimana karakternya?
·
Pak
Kerto karakter penyabar, tidak bergaul, patuh pada pekerjaan, polos dan tak
tahu apa-apa .
5.
Sebutkan
pula tokoh yang lain dengan karakternya!
·
Juragan
karakter antagonis, jahat, mengambil untung, licik.
6.
Konflik
apa saja yang ada dalam cerita tersebut? Uraikan!
·
Pak
Kerto bekerja sebagai Petani dan pak Kerto bekerja di Bukit yang sunyi.
·
Pak
Kerto tidak mengetahui tanaman apa yang ia tanam. Namun pak Kerto hanya patuh
kepada perintah dari Juragan nya.
·
Saat
Polisi datang, pak Kerto merasa terkejut karena ia berdiri di depan 4 orang
Polisi yang membawa senjata.
·
Polisi
itu menangkap pak Kerto karena telah menyimpan dan menanam tanaman Ganja.
·
Dari
kejadian itu, pak Kerto baru mengetahui tanaman apa yang di tanamnya sejak 2
tahun yang lalu.
7.
Pesan
apa yang disampaikan pengarang dalam cerita tersebut?
·
Pesannya
adalah kita harus terus belajar dan jangan sampai seperti Pak Kerto yang tidak
mengetahui apa yang sebenarnya dia lakukan.
8.
Menggunakan
sudut pandang mana? Jelaskan!
·
Sudut
pandang orang ke tiga karena ini menceritakan orang lain bukan menceritakan si
pengarang.
9.
Sebutkan
latar yang ada dalam cerita tersebut!
·
Latar
tempat : di rumah Pak Kerto, di samping rumah Pak Kerto, di Ladang, di lereng
Perbukitan
·
Latar
waktu : 2 hari lagi, beberapa saat kemudian, sepeninggal juragan, sebentar
lagi, besok, 2 tahun.
·
Latar
suasana : bahagia,terkejut,sedih
10.
Bagaimana
alur ceritanya? Uraikan!
·
Alur
ini merupakan alur maju.
·
Pak
Kerto sedang bersantai di rumahnya
·
Tiba-tiba
sang Juragan muncul dan bertanya soal hasil panen.
·
Sang
Juragan mendapatkan hasil yang sangat bagus. Dan Pak Kerto pun merasa bahagia.
Kemudian ia menyuruh Pak Kerto untuk menyimpan secara baik hasil panen nya.
·
Sepeninggal
Juragan, pak Kerto berbaring tetapi tak dapat tidur. Pikirannya menerawang
jauh.
·
Ia
tidak tahu pohon apa yang di tanamnya yang ia rawat dengan baik. Ia pun tidak
bergaul dengan orang-orang disekitar.
·
Saat
Pak Kerto hampir lelap, terdengar suara orang mengetuk pintu. Ia kira Juragan
datang lagi. Ternyata yang datang 4 orang Polisi.
·
Polisi
itu pun menangkap Pak Kerto karena telah menyimpan dan menanam daun ganja.
·
Pak
Kerto pun berjalan menuruni lereng perbukitan. Dan polisi memanggul beberapa
karung terigu yang berisi daun ganja. Pak Kerto hanya dapat tertunduk bisu dan
menangis.
·
Dari
peristiwa ini, ia baru mengetahui pohon apa yang sebenarnya di tanam dan di
rawat dengan baik selama 2 tahun.
11.
Sebutkan
konjungsi apa saja yang ada dalam cerita tersebut dan sebutkan maknanya!
·
Dan (menggabungkan)
· Tapi (perumpamaan)
12.
Cari
Repetisi/Kata Ulang yang ada dalam cerita tersebut dengan maknanya!
·
Tiba-tiba
(Mendadak)
·
Bagus-bagus
(baik sekali)
·
Segan-segan(ragu)
·
Pohon-pohon(pepohonan)
·
Orang-orang
(kumpulan orang)
·
Laki-laki
(seorang laki-laki)
13.
Temukan
frasa/kata gabungan dan sebutkan maknanya!
·
Bambu
reyot (Kursi yang sudah tua)
·
Daun
Pisang (Daun dari pohon pisang)
14.
Siapa
sebenarnya Pak Kerto?
·
Pak
Kerto adalah seorang petani ganja yang dibodoh-bodohi oleh juragannya, ia jauh
dari istri dan anaknya. Ia tinggal di Rumah kecil Bukit Sunyi yang jauh dari
orang-orang di sekitarnya.
15.
Bagaimana
cerita tersebut menurutmu? Jelaskan!
·
Cerita
tersebut menginspirasi kita agar tetap belajar dan tidak mudah di bodoh-bodohi
oleh orang lain, seperti pada cerita tersebut jangan seperti Pak Kerto yang
tidak tahu apa yang selama ini dia lakukan.