Senin, 25 Mei 2015

Pantun

Ke pasar malam beli gitar
Tidak lupa membeli gelas
Jika kita ingin pintar
Belajarnya jangan malas

Di pinggir jalan makan kedongdong
Kedongdong itu asam rasanya
Jadi orang jangan sombong
Nanti akan ada akibatnya

Di pinggir jalan ada si ceking
Si ceking makan buah dukuh
Jika kita ingin mendapat ranking
Belajarnya harus sungguh - sungguh

Tugas B.Indonesia

RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI 

 Di atas bangku bambu yang reyot, pak Kerto menjelujurkan kedua kakinya. Sebentar-sebentar tangannya mengurut-urut kedua kakinya yang kurus kering itu. Tak lama kemudian ia beranjak dari bangku kemudian melangkah ke bilik belakang yang hanya dibatasi dengan rajutan daun rumbia. Lalu diambilnya beberapa potong ubi dari sebuah panci dan diletakannya di atas selembar daun pisang yang sudah agak mengering. Kemudian melangkah balik ke depan dan duduk di bangku bambu itu kembali.
Dinikmatinya perlahan sepotong demi sepotong ubi rebus, diteguknya pula sisa kopi di gelas untuk melancarkan jalannya kunyahan ubi itu di tenggorokan. Gelas itu belum sempat diletakan, sisa sedikit kopi diteguknya kembali hingga tandas. Setelah itu gelas diletakan di bawah bangku, kemudian diambilnya puntung rokok yang terselip di sela-sela telinganya. Disulut dan dihisapnya kuat-kuat, asapnya dihembuskan perlahan-lahan. Nikmat sekali nampaknya.
Pintu tiba-tiba berderak dibuka seseorang dan disusul munculnya lelaki berperawakan pendek dengan perut yang gendut.
“Ooo….juragan. Silakan gan”, sambut pak Kerto sambil membungkuk-bungkuk. Dan dengan tergesa dibersihkannya bangku bambu yang sudah reyot itu. Masih dengan membungkuk hormatpak Kerto mempersilakan lelaki gendut itu yang dipanggilnya juragan untuk duduk di bangku.
“Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?” tanya sang juragan dengan mimik serius. Matanya sesekali memandang rumah kecil itu.
“Sebagian sudah saya panen, gan. Dan yang belum sisa ladang sebelah kanan parit. Silakan juragan periksa hasil panenan itu”.
“Dimana kau letakan, Kerto?”
“Ada di samping rumah, gan. Semuanya berjumlah enam karung terigu. Bagus-bagus hasil panenan kali ini”, kata pak Kerto sambil membuang sisa rokoknya yang sudah mati. Kemudian juragan itu beranjak dari bangku dan keluar diikuti pak Kerto. Kedua orang itu melangkah menuju samping rumah. Dan sang juragan segera mendekati tumpukan karung. Sesaat, dibukanya salah satu karung dan diambilnya sehelai daun yang ada di dalamnya, kemudian sehelai daun itu diciumnya.
“Ahhh, luar biasa!” teriaknya kegirangan. “Bagus…bagus sekali panenan kali ini, Kerto”, lanjut juragan itu sambil menepuk-nepuk punggung pak Kerto. Dan pak Kerto hanya mengangguk-angguk pelan. Dalam hati pak Kerto ada rasa bahagia karena bisa membuat juragan senang yang berarti ia nanti akan mendapat tambahan upah. Watak juragan memang begitu, kalau sedang senang ia tak segan-segan memberinya tambahan upah. Tapi kalau sebaliknya, berkata pun tidak, apalagi tambahan upah, kata pak Kerto dalam hatinya.
“Enam karung ini disimpan yang baik dan jangan sampai kena hujan. Dua hari lagi aku akan kembali ke sini mengambil semua hasil panenan”, ucap juragan sambil berkecak pinggang.
“Baik, gan”.
“Jangan lupa, simpan karung-karung ini baik-baik”.
“Akan saya laksanakan, gan”, jawab pak Kerto lirih sambil membungkuk-bungkuk.
Sementara matahari berangsur tenggelam dan juragan yang gendut itu menuruni perbukitan, meninggalkan pak Kerto yang masih termangu-mangu diterpa semilir angin senja. Tubuh pak Kerto yang kurus itu masih saja tegak berdiri mematung memandangi juragannya yang terseok-seok jalan di pematang sawah.
Suara serangga bersahut-sahutan mewarnai malam yang dingin. Pak Kerto berbaring di bangku bambu yang reyot itu sambil berselimut selembar sarung. Ia tak dapat tidur, padahal matanya sudah terasa berat oleh kantuk yang menggelantunginya. Sebentar kemudian diperbaiki letak sarungnya untuk menghalau dingin. Kedua telapak tangannya diletakan di bawah kepalanya sebagai alas pengganti bantal. Sementara lampu minyak yang tergantung di sudut ruangan semakin redup. Barangkali habis minyaknya, pikir pak Kerto.
Matanya belum juga bisa dipejamkan. Ditariknya nafas dalam-dalam. Pikirannya tertuju pada pohon-pohon kecil di ladang sebelah kanan parit yang besok harus dipanen. Ia sebenarnya tak habis berpikir, untuk apa juragan menanam pohon-pohon itu. Ia sendiri tak tahu, apa nama pohon yang bentuknya hampir mirip tanaman cabai. Dan ia hanya tunduk pada segala perintah juragannya lalu mendapatkan upah. Ya, hanya itu saja yang pak Kerto lakukan. Sementara pak Kerto sendiri dilarang bergaul dengan orang-orang di sekitar perbukitan. Itu Perintah juragan dan harus dipatuhi. Pak Kerto sendiri kalau pulang ke kampungnya paling cepat empat bulan sekali. Itu kalau musim panen tiba dan ia harus pulang bersama juragan yang membawa semua hasil panenan menuju kota. Juragan memang selama ini selalu baik, itu saja yang ia ketahui. Setiap pulang ke kampung, juragan selalu membekalinya beberapa potong pakaian, susu kaleng, roti kalengan, selain upah yang rutin ia terima.
Sejauh ini pak Kerto belum tahu, jenis apa dan untuk apa pohon-pohon itu ditanam. Ah, kenapa aku harus memikirkannya?, desah pak Kerto lirih. Sementara di luar gemersik dedaunan bergesekan dihembus angin malam perbukitan. Senandung serangga malam sisa satu dua yang terdengar dan mulai ditingkahi suara kokok ayam satu-satu bersahutan di kejauhan.
Pak Kerto baru saja selesai melipat sarungnya yang agak kumal. Sebentar-sebentar ditariknya nafas dalam-dalam. Kini tinggal melipat kaos oblong yang berwarna hijau pudar itu. Tak lama lagi pasti juragan akan datang lalu aku akan ikut serta dengan juragan ke kota, katanya dalam hati. Selintas dipandanginya tumpukan karung terigu. Semuanya berjumlah sebelas karung. Kemarin pak Kerto memanen ladang sebelah kanan parit dan mendapat lima karung terigu penuh. Pak Kerto tertegun sejenak, rambutnya yang agak memutih diusapnya perlahan. Tinggal apalagi yang harus dikemas, pikirnya. Kedua matanya memandangi seputar ruangan itu, tapi ia tak menemukan sesuatu yang mesti dibawa pulang.
Disandarkannya tubuh yang kurus itu ke tumpukan karung di sampingnya. Pikirannya menerawang jauh ke kampung halamannya. Sedang apa istri dan kedua anakku sekarang ya…?, tanyanya dalam hati. Sesampainya di kota nanti pak Kerto ingin membelikan kain kebaya buat istrinya, juga dua sandal plastik buat kedua anaknya. Dan bibir pak Kerto yang hitam dan kering itu berdecah-decah kemudian tersenyum-senyum sendiri. Rasa hatinya bahagia sekali karena sebentar nanti akan segera bisa melepas kerinduan pada istri dan kedua anaknya, setelah empat bulan lebih berpisah.
Pak Kerto kemudian bangkit dan berjalan menuju bilik belakang. Diambilnya sisa kopi yang tinggal seperempat gelas lalu diminumnya hingga tandas. Belum juga ia sempat meletakan gelasnya, tiba-tiba ada terdengar suara orang mengetuk pintu. Ahh.., juragan datang, kata pak Kerto lirih penuh kegembiraan. Ia segera meletakan gelasnya dan dengan langkah yang tergesa pak Kerto menuju ke bilik depan.
“Sebentar gan, sebentar…”, kata pak Kerto girang sambil membuka palang pintu. “Biasanya kan langsung masuk, gan”, lanjutnya sambil menguak daun pintu.
Dan pak Kerto merasa seluruh aliran darahnya terhenti ketika di depannya berdiri empat orang polisi dengan senjata di tangan.
“Jangan bergerak!”, gertak salah seorang polisi. Sedangkan ketiga polisi lainnya langsung masuk rumah kecil itu. Pak Kerto sendiri berdiri kaku, mematung, tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Maaf, bapak saya tangkap”, kata polisi yang habis menggertak tadi sambil mendekat dan memborgol kedua tangan pak Kerto. Dan pak Kerto semakin bertambah bingung.
“Apa kesalahan saya, pak?” tanya pak Kerto terputus-putus.
“Bapak telah menanam dan menyimpan pohon ganja, padahal pohon-pohon ganja ini dilarang ditanam oleh pemerintah”, jawab polisi itu tegas.
“Tapi saya hanya disuruh juragan. Saya hanya melaksanakan perintah juragan, pak”, kata pak Kerto tertunduk.
“Saya mengerti dan memahami keadaan bapak. Juragan bapak sekarang ada di tahanan polisi”.
Polisi itu kemudian menyuruh pak Kerto berjalan menuruni lereng perbukitan. Sedang ketiga polisi lainnya memanggul beberapa karung terigu yang berisi daun ganja dengan dibantu beberapa peladang yang kebetulan berada di sekitar perbukitan itu.
Pak Kerto tertunduk menuruni lereng perbukitan. Inilah jawaban atas teka-teki tanaman itu, batin pak Kerto. Ya, dua tahun lebih baru terjawab sekarang, batinnya lagi dalam hatinya. Tak terasa pipi keriput lelaki tua itu sudah basah oleh air mata. Sementara rumah kecil di atas bukit semakin jauh ditinggalkan. Tuhan, jerit pak Kerto lirih.

1.       Menurutmu termasuk jenis teks apakah teks “ Rumah Kecil di Bukit Sunyi” ?
·         Cerita Pendek
2.       Bagaimana dengan bagian-bagian yang membangun teks tersebut? Coba sebutkan kemudian tulis bagian-bagian tersebut!
·         Orientasi
Komplikasi
Resolusi
3.       Ide pokok apa sajakah yang terkandung di dalam bagian-bagaian yang menjadi struktur teks “Rumah Kecil di Bukit Sunyi”
a.)     Juragan menghampiri rumah pak Kerto dan menanyakan soal hasil panen.
b.)    Pak Kerto tidak mengetahui tanaman apa yang sejak lama di tanamnya yang telah di perintahkan oleh Juragan nya. Tak lama dari itu, Polisi menangkap pak Kerto karena telah menyimpan dan menanam tanaman ganja.
c.)     Pak Kerto tertunduk bisu karena baru mengetahui tanaman apa yang sejak lama di tanamnya. Ia  pun di tahan di Kantor Polisi bersama Juragan nya.
4.       Siapa tokoh utama? Bagaimana karakternya?
·         Pak Kerto karakter penyabar, tidak bergaul, patuh pada pekerjaan, polos dan tak tahu apa-apa .
5.       Sebutkan pula tokoh yang lain dengan karakternya!
·         Juragan karakter antagonis, jahat, mengambil untung, licik.
6.       Konflik apa saja yang ada dalam cerita tersebut? Uraikan!
·         Pak Kerto bekerja sebagai Petani dan pak Kerto bekerja di Bukit yang sunyi.
·         Pak Kerto tidak mengetahui tanaman apa yang ia tanam. Namun pak Kerto hanya patuh kepada perintah dari Juragan nya.
·         Saat Polisi datang, pak Kerto merasa terkejut karena ia berdiri di depan 4 orang Polisi yang membawa senjata.
·         Polisi itu menangkap pak Kerto karena telah menyimpan dan menanam tanaman Ganja.
·         Dari kejadian itu, pak Kerto baru mengetahui tanaman apa yang di tanamnya sejak 2 tahun yang lalu.
7.       Pesan apa yang disampaikan pengarang dalam cerita tersebut?
·         Pesannya adalah kita harus terus belajar dan jangan sampai seperti Pak Kerto yang tidak mengetahui apa yang sebenarnya dia lakukan.
8.       Menggunakan sudut pandang mana? Jelaskan!
·         Sudut pandang orang ke tiga karena ini menceritakan orang lain bukan menceritakan si pengarang.
9.       Sebutkan latar yang ada dalam cerita tersebut!
·         Latar tempat : di rumah Pak Kerto, di samping rumah Pak Kerto, di Ladang, di lereng Perbukitan
·         Latar waktu : 2 hari lagi, beberapa saat kemudian, sepeninggal juragan, sebentar lagi, besok, 2 tahun.
·         Latar suasana : bahagia,terkejut,sedih

10.   Bagaimana alur ceritanya? Uraikan!
·         Alur ini merupakan alur maju.
·         Pak Kerto sedang bersantai di rumahnya
·         Tiba-tiba sang Juragan muncul dan bertanya soal hasil panen.
·         Sang Juragan mendapatkan hasil yang sangat bagus. Dan Pak Kerto pun merasa bahagia. Kemudian ia menyuruh Pak Kerto untuk menyimpan secara baik hasil panen nya.
·         Sepeninggal Juragan, pak Kerto berbaring tetapi tak dapat tidur. Pikirannya menerawang jauh.
·         Ia tidak tahu pohon apa yang di tanamnya yang ia rawat dengan baik. Ia pun tidak bergaul dengan orang-orang disekitar.
·         Saat Pak Kerto hampir lelap, terdengar suara orang mengetuk pintu. Ia kira Juragan datang lagi. Ternyata yang datang 4 orang Polisi.
·         Polisi itu pun menangkap Pak Kerto karena telah menyimpan dan menanam daun ganja.
·         Pak Kerto pun berjalan menuruni lereng perbukitan. Dan polisi memanggul beberapa karung terigu yang berisi daun ganja. Pak Kerto hanya dapat tertunduk bisu dan menangis.
·         Dari peristiwa ini, ia baru mengetahui pohon apa yang sebenarnya di tanam dan di rawat dengan baik selama 2 tahun.

11.   Sebutkan konjungsi apa saja yang ada dalam cerita tersebut dan sebutkan maknanya!
·         Dan (menggabungkan)
·      Tapi (perumpamaan)
12.   Cari Repetisi/Kata Ulang yang ada dalam cerita tersebut dengan maknanya!
·         Tiba-tiba (Mendadak)
·         Bagus-bagus (baik sekali)
·         Segan-segan(ragu)
·         Pohon-pohon(pepohonan)
·         Orang-orang (kumpulan orang)
·         Laki-laki (seorang laki-laki)
13.   Temukan frasa/kata gabungan dan sebutkan maknanya!
·         Bambu reyot (Kursi yang sudah tua)
·         Daun Pisang (Daun dari pohon pisang)
14.   Siapa sebenarnya Pak Kerto?
·         Pak Kerto adalah seorang petani ganja yang dibodoh-bodohi oleh juragannya, ia jauh dari istri dan anaknya. Ia tinggal di Rumah kecil Bukit Sunyi yang jauh dari orang-orang di sekitarnya.
15.   Bagaimana cerita tersebut menurutmu? Jelaskan!
·         Cerita tersebut menginspirasi kita agar tetap belajar dan tidak mudah di bodoh-bodohi oleh orang lain, seperti pada cerita tersebut jangan seperti Pak Kerto yang tidak tahu apa yang selama ini dia lakukan.

Selasa, 12 Mei 2015

Misteri Rumah Tua

     Pada 2 tahun yang lalu, temanku yang bernama Naufal mengalami kejadian yang cukup menyeramkan, dimana temanku menemukan hal - hal mistis di rumah tua di dekat rumahnya. Rumah tua itu memang sudah lama tidak ditempati yang orang - orang bilang rumah itu angker.
     Kejadian ini berlangsung pada malam ju'at kliwon. "Allahuakbar....Allahuakbar" suara adzan terdengar, aku pergi ke rumah Naufal untuk mengajaknya ke masjid, sesudah itu pun Aku dan Naufal bergegas pergi ke masjid untuk melakukan shalat, shalat pun telah usai, kami pun segera pulang ke rumah.
     "Fal kita harus pulang ke jalan sepi soalnya jalan yang biasa becek karena hujan." tutur aku mengajak Naufal. " Ayo". Disaat kami melewati rumah tua temanku langsung berlari kencang aku pun segera mengikutinya "Kamu kenapa Fal?". Aku melihat cahaya putih melewati aku dan sapu bergoyang sendiri". "Ah masa sih" ucap Aku. "Masa aku berbohong sih.". kamipun merasa takut dan tidak akan lagi melewati rumah tua itu.

Semut dan Belalang Yang Malas

     Di sebuah tepi hutan yang lebat hiduplah sekelompok semut. Mereka bekerja keras siang dan malam dengan rajin tanpa kenal lelah. Mereka mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran - butiran gandum yang telah dipersiapkan untuk musim kemarau nanti
     Hingga suatu ketika semut - semut sedang mengumpulkan makanan, mereka bertemu dengan belalang " Hey belalang, kau sedang apa?" teriak ketua semut. "Aku sedang mencoba untuk membuat lagu dengan biola ku ini"."Apa!, membuat lagu katamu ya, apakah kau tidak mempersiapkan diri untuk musim kemarau nanti"."itu tak penting justru yang paling penting adalah membuat lagu." Jawab belalang. Ketua semut pun merasa kesal karena belalang tidak memperdulikan nasihatnya. "Oke lihat saja nanti kau akan menyesal dan kelaparan, karena musim kemarau sebentar lagi akan tiba, aku hanya mengingatkanmu saja". Semut - semut pun pergi meninggalkan belalang.
     Setelah menjelang beberapa hari. musim kemarau pun tiba dan belalang pun berhenti membuat lagu dan mulai mencari makanan belalang pun akhirnya kelaparan karena tidak menemukan makanan hingga saat itu belalang bertemu semut "Bolehkah aku minta sedikit makananmu?"."Maaf belalang aku tak bisa". dan semut pun pergi memasuki rumahnya. Belalang pun hanya bisa tertegun di depan pintu dan menyesali perbuatanya

Ceroboh Berujung Celaka

     Pada hari minggu yang cerah, hiduplah seorang yang bernama Budi, di hari minggu budi bangun tidur pagi - pagi sekali, karena merasa bosan, ia pun langsung meminum secangkir kopi panas sambil membaca koran, tak lama dari itu Budi mendapat telepon dari kantornya.
     "kring...kring..", suara telepon, "Halo." "Budi kamu harus pergi ke kantor sekarang."Lho... ini kan hari minggu pak" sahut Budi, "pokoknya kamu kesini sekarang juga" "siap pak" jawab Budi, kemudian ia pun langsung mengambil handuk dan langsung mandi, sesudah mandi ia langsung memakai pakaian dan berpamitan kepada keluarganya, ia pu langsung menyalakan motornya dan langsung berangkat.
     Setelah lama ia di perjalanan ia pun mendapat telepon kembali "kring....." Budi pun langsung mengangkat teleponnya sambil mengendarai motornya "kamu dimana?" tanya dari kantornya. "Saya lagi dijalan mau ke kantor." "Ya, kamu jangan terlambat"sambil bertelepon Budi tidak melihat adanya lampu merah dan ia langsung menerobosnya dengan kecepatan tinggi, tanpa disadari truk besar menghanam dirinya dan ia pun terlempar jauh, hingga tergeletak dan berlumuran darah.
     Setelah itu ambulan pun datang dan Budi pun langsung dibawa ke rumah sakit terdekat setelah sampai di rumah sakit nyawa Budi tidak tertolong dan ia pun meninggal dunia.